News Update :
Home » » Di antara Makna lafad ISTAWA adalah ISTAULA; Menguasai. Bag:1

Di antara Makna lafad ISTAWA adalah ISTAULA; Menguasai. Bag:1

Penulis : Bagus Rangin on 30 Januari 2012 | 16.07.00


 Syaikh Abdullah Alharory 

Telah bertanya seseorang : jumhur ulama asy"ariyah menafsirkan lafad istawa dgn istila /istaula, bagaimana jawaban kita terhadap orang2 wahabi yang berkata bahwa tafsir istiwa dgn makna istila/istaula tidak ada asal dalam lugot bahasa arab karena syair yang dijadikan hujjah atas itu tdk di ketahui siapa yg mengatakannya,dan bahwa tafsir istawa dgn istila telah di ingkari oleh sebagian imam ahli lugot misal ibnu arabi sbgmn ucapan mereka..........
 

jawaban: tafsir ulama asy"ariyah  terhadap istiwa dgn makna istaula itu adalah soheh dan itu benar secara bahasa dgn tidak ragu lagi, dan telah menyebutkan para ulama ahli lugot bahwa di antara makna istiwa adalah istila/istaola, di antara ulama tsbt adalah:


1. Berkata al jauhari [w 393 H] dalam kitabnya As Sihah:


[ واستوى إلى السماء، أي قصد . واستوى، أي استولى وظهر. وقال: قد استوى بشر على العراق ..... من غير سيف ودم مهراق ] .


terjemah: [ واستوى إلى السماء yakni menuju, dan istawa yakni istaola; menguasai dan dhoharo; jelas, dan telah berkata syair: telah menguasai basyar atas negara iraq dgn  tanpa pedang dan tanpa darah mengalir

2.Dalam  kitab Mufrodat karya Ar Rogib Al asbahani [w 502 H] dalam penjelasan makna sawaa [suku kata istawa]:  
 ومتى عدي بعلى اقتضى معنى الاستيلاء، كقوله: {الرحمن على العرش استوى} 

Dan ketika istawa muta"adi dgn huruf ala maka sesuai dgn makna al istiila [masdar istaola] ,sebagaimana dalam firman Allah : الرحمن على العرش استوى

3. Telah berkata Al majdu faeruz abadi dalam qamus Al muhith:

[واسْتَوَى : اعْتَدَلَ و الرَّجُلُ : بَلَغَ أَشُدَّهُ أو أرْبَعينَ سَنَةً و إلى السماءِ صَعِدَ أو عَمَدَ أو قَصَدَ أو أقْبَلَ عليها أوِ اسْتَوْلَى ] .

: dan istawa yakni i'tadala ;lurus dan lelaki yang telah mencapai kematangan atau 40 tahun, dan istawa ila as sama yakni  bermakna shoida; naik,-amida; menuju,-qosoda; bermaksud atau bermakna aqbala: menghadap atau bermakna istaula; menguasai


4. Berkata Al alamah Az zabidi dalam kitab Taz Al arus syarh Al qamus: 


[ ( أَو اسْتَوْلَى ) وظَهَرَ ؛ نقلَهُ الجوهريُّ ولكنَّه لم يُفَسِّر به الآيَةَ المَذْكورَة . 
قالَ الرَّاغبُ : ومَتَى ما عُدِّي بعلى اقْتَضَى مَعْنى الاسْتِيلاءِ كقوْلِه ، عزَّ وجلَّ : { الرَّحْمن على العَرْشِ اسْتَوى } ؛ ومنه قَوْل الأَخْطَل أَنْشَدَه الجوهرِيُّ : قَدِ اسْتَوَى بِشْرٌ على العِرَاق ... ] .

Atau bermakna istaula dan dhaharo, itu telah di nuqilkan dari al jauhari tetapi beliau tidak menafsirkan dgn makna tsbt pada ayat itu, dan berkata Ar ragib: dan ketika istawa mutaadi dgn huruf ala maka sesuai dgn makna istiila, sebagaimana firman Allah:  Ar rohman alal arsyi istawa, dan di antaranya adalah ucapan al akhthol yang di syairkan oleh Al jauhari; telah menguasai basyar atas negara iraq dgn  tanpa pedang dan tanpa darah mengalir


Ini adalah ucapan Imam ahli lugot dalam masalah makna istawa=istaula. Dan ulama ahli lugot dan juga selainnya selalu mengklaim bahwa makna-makna tsbt adalah merupakan qaidah lugowiyah, dan ini telah di contohkan oleh sahabat Ibnu Abbas, telah meriwayatkan ibnu abi hatim [w  327 H ] dalam kitab tafsirnya 10/3366:


(من طريق عكرمة عن ابن عباس انه سئل عن قوله :
يوم يكشف عن ساق قال : اذا خفى عليكم شيء من القران فابتغوه في الشعر فانه ديوان العرب اما سمعتم قول الشاعر.
اصبر عناق انه شر باق قد سن لي قومك ضرب الاعناق
وقامت الحرب بنا على ساق.
قال ابن عباس : هذا يوم كرب وشدة.

: dari jalan akromah dari Ibnu abbas sesungguhnya beliau ditanya tentang firman Allah:“Pada hari betis disingkapkan ” (Al-Qalam: 42) BELIAU MENJAWAB: jika samar terhadap kalian sesuatu makna dalam Al quran maka carilah dalam syair karena itu  standar bahasa arab,apakah kalian tidak mendengar perkataan syair: bersabarlah leher-leher sungguh itu kejelekan yang tetap <>telah berlaku padaku kaummu memenggal leher<>dan telah berdiri peperagan dgn kami di atas betis." berkata Abnu Abbas: ini adalah hari yang penuh duka dan kepayahan".jadi  maksud kasyfu saq adalah as syiddah: kepayahan.

dan imam as suyuthi telah menuqilkan dalam al itqon: 


 عن أبي بكر الأنباريِّ قولَهُ :" قد جاء عن الصحابة والتابعين كثيراً الاحتجاجُ على غريبِ القرآن ومُشْكله بالشعْر . وأنكرَ جماعة – لا علمَ لهم – على النحويين ذلك، وقالوا : إذا فعلْتم ذلك جعلتم الشعْر أصلاً للقرآن . وقالوا : يجوز أنْ يُحتجّ بالشعْر على القرآن ، وهو مذموم في القرآن والحديث ، قال : وليسَ الأمرُ كما زعموه من أنّا جعلنا الشعْر أصلاً للقرآن ، بلْ أردنا تبيين الحرف الغريب من القرآن بالشعْر ، لأنّ الله تعالى قال :إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآناً عَرَبِيّاً(الزخرف : من الآية3) وقال :بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (الشعراء:195) 

: Dari Abu Bakar Al anbari ucapan beliau; telah datang dari para shahabat dan juga tabiin bahwa kebanyakan dari mereka berhujjah terhadap makna -makna Al Quran yang asing dan yang muskil dengan syair ,dan telah mengingkari atas hal itu sekelompok orang "yang tidak berilmu" terhadap ulama ahli nahwu,dan mereka berkata: kalau kalian melakukan hal itu,maka kalian menjadikan  syair sebagai asal al Quran,dan mereka juga berkata: boleh berhujjah utk makna Alquran dgn syair dan itu sama ddgn mencela al Quran dan al hadis",maka Beliau bmenjawab atas hal ini dgn ucapan beliau : tetapi tidaklah masalahnya tidak sebagaimana sangkaan mereka bahwa kami menjadikan syair sebagai asal utk al Quran,tetapi kami bermaksud menjelaskan makna huruf2 yang samar dalam Al Quran dengan penggunaan makna lafad2 dalam syair [ orang2 arab dahulu],karena Allah berfirman: kami menjadikan al Quran dengan bahasa arab"[QS Az Zuhruf 3] dan firman Allah: dengan lisan arab yang menjelaskan [QS As syaro 195],.

dan wahabi selalu mencela bahwa  istaula bukan merupakan makna dari berbagai makna-makna dari istawa secara lugot,dan seorang ulama yaitu Syaekh Nadir athowanah telah mengarang  kitab sebagai bantahan  tuduhan wahabi tsbt dgn nama kitabnya: al qowaid al lugowiyah al mubtadiah,dan  akan saya nuqilkan sebagian isi kitab itu pada pembahasan berikutnya.

 Dan adapun Imam Ibnu Arabi beliau cenderung kepada madhab Imam ahmad yakni tafwidl tetapi beliau juga bergelut dgn madhab asy"ariyah dan dgn imam al baqilani dan orang2 yang sejalan dgn ke duanya,dan kita bahas terhadap perkataan Ibnu Arabi dan qisahnya dalam masalah istiwa dgn melihat ta'liq Sayid hasan As seqaf terhadap kitab al uluw karya Ad Dzahabi sebagai berikut:  


 Berkata Ad Dzahabi dala kitab Al uluw: Abu abdillah bin arobi adalah ahli lugot pada zamannya [68-231-151]


453- كتب إليَّ أبو الغنائم القيسي ، أنا الكندي ، أنا أبو منصور القزاز ، أنا أبو بكر الخطيب ، أنا أحمد بن سليمان المقري ، أنا أحمد بن محمد بن موسى القرشـي ، ثنا أبو بكر بن الأنباري ، نا محمد بن أحمد بن النضر ابن بنت معاوية بن عمرو قال : كان أبو عبدالله بن الأعرابي جارنا وكان ليله أحسن ليل ، وذكر لنا أنَّ ابن أبي دؤاد سأله : أتعرف في اللغة استوى بمعنى استولى فقال : لا أعرفه .


: telah menulis kepadaku abul gonaim al qaisi, saya alkindi,saya abu mansur al qozaz,saya abu bakar al khatib,saya ahmad bin sulaiman almuqri,saya ahmad bin musa alqurosy,telah menyebutkan abu bakar bin al anbaritlah menyebutkan muhamad bin ahmad bin nadhor bin binti muawiyah bin amr dan beliau berkata: abu abdillah bin aroby adalah tetangga kami dan malam beliau adalah sebaik-baik malam,dan telah menuturkan kepadaku bahwa ibnu abi dawud bertanya padanya: apakah engkau tau dalam ligot tentang makna istawa dgn istaula?? maka beliau menjawab:saya tidak mengenalnya.


dan sayid hasan as segaf berkata dalam ta"liqnya: 
padahal makna istiwa dgn istaula di kenal dalam lugot arab dan terdapat dalam syair-syairnya, dan sungguh telah menuqilkan ibnu mandhur dalam kitab lisanul arab 14/414 sebelum rangkaian perkataan Ibnu arabi :



 عن الجوهري في الصحاح أن استوى تأتي بمعنى استولـى ، وكذا قال الراغب في المفردات 
dari aljauhari dalam kitab as sihah sungguh istiwa datang dgn makna istaula juga, begitu juga ucapan an  rogib dalam mufrodatnya. dan isnad riwayat yang di bawakan dalam al uluw di atas itu dloif,dan mungkian saja qisah di atas adalah hasil sisipan kaum mujasimah,dalam sanadnya ada ahmad bin alqurosyi yaitu ahmad bin muhammad bin musa bin qosim bin as shalt,kita lihat biografinya dalam kitab tarikh al bagdadi 5/94,dan dalam lisan al mizan 1/278:

 وهو ضعيف ، وكان مغفلاً يلقنه أهل الحديث المجرمون الوضاعون بأشياء فيحدّث بها"

: ia adalah dhoif,dan ia pelupa dan telah nembacakan padanya ahli hadis pemalsu lalu ia meriwayatkannya",.. dan ucapan ad dZahabi dalam almizan: (( ضعَّفه البرقاني وقوّاه غيره )) : telah mendhoiFkan al barqani dan yang lain menghukumi quat  " ini cuma sangkaan Beliau saja dan tidak soheh, adapun pendhoifan al barqani itu benar, adapun penghukuman kuat dari yang lainnya itu tdk benar, karena beliau hanya berpegang pada ucapan hamzah bin daqoq;( كان شيخاً صالحاً ديناً: dia adalah syaikh yang shaleh agamanya",ucapan ini tidak bisa di jadikan pegangan apalagi yang mengatakan itu hanya menjelaskan bahwa ahmad bin al qurosyi adalah sebagian orang shaleh, tetapi tidak menyebutkan tsiqoh karena ia meriwayatkan ssuatu yang di bacakan padanya oleh sebagian ahli hadis dan ia tdk tau mana yang batil dan yang tidak, karena ia pElupa sebagaimana di sebutkan sebelumnya............!! maka bagaimana bisa... setelah HAL ini di katakan bahwa :"yang lainnya menghukumi quat",dan telah mengambil ucapan ini al bani sang mutanaqidl dgn kelemahan  dan tanpa merenungkannya, maka di sini perlunya kejernihan........!! pent.  



 kemudian berkata Ad Dzahabi:

 وبه قال الخطيب : وأنا الأزهري ، أنا محمد بن العباس ، أنا نفطويه ، نا داود ابن علي قال : كنا عند ابن الأعرابي فأتاه رجل فقال : يا أبا عبدالله : ما معنى قوله تعالى
{ الرحمن على العرش استوى } قال : هو على عرشه كما أخبر . فقال الرجل : ليس كذاك ، إنما معناه : استولى ، فقال : اسكت ما يدريك ما هذا ، العرب لا تقول للرجل استولى على الشيء حتى يكون له فيه مضاد(1) ، فأيهما غلب قيل استولى والله تعالى لا مضاد له ، وهو على عرشه كما أخبر . ثمَّ قال : والاستيلاء بعد المغالبة قال النابغة :
ألا لمثلك أو من أنت سابقــه سبق الجواد إذا استولى على الأمــد(2)
مات ابن الأعرابي رحمه الله تعالى في سنة إحدى وثلاثين ومائتين ] .

:Dan tentangnya berkata al khatib: dan saya al azhari,saya muhammad bin al abbas,saya nafthowaih, saya dawud bin ali,beliau berkata:kami bersama ibnu Araby,kemudian datang lah seorang lelaki, dan lalu berkata; wahai aba abdillah apakah makna Ar rohman alal arsyi istawa??beliau menjawab: Dia di atas arasnya sebagaiman a di khabarkan,lalu lelaki itu berkata: bukan itu,sungguh maknanya adalah istaula:menguasai,maka beliau menjawab: diamlah...!! engkau tdk tau tntg ini,orang arab tidak berkata kepada seseorang: istaula ala syae: menguasai atas sesuatu, sehingga ada lawan dulu baginya, Dia di atas arasNya sbgmn di khabarkan, kemudian berkata: adapun istiila; menguasai itu terjadi setelah mengalahkan, berkata nabigoh dalam syairnya: ألا لمثلك أو من أنت سابقــه سبق الجواد إذا استولى على الأمــد ) dan ibnu arabi wafat tahun 231 H.




Sayid hasan berkata dalam ta"liqnya:


Betul...beliau[Ibnu Arabi] mengakui bahwa lugot arab menggunakan makna istawa dgn makna istaula ketika ada lawannya, oleh sebab itu maka tafsir istawa dgn istaula itu di kenal dalam lugot arab dgn pengakuan Ibnu Arabi, tetapi beliau tidak bermaksud memaknai ayat istawa dgn istaula karena sebagaimana sangkaan Ibnu arabi bahwa hal itu  cuma berlaku dalam mugolabah: saling mengalahkan ' ...., dan sanad ini tidak soheh karena muhammad Ibnu al abbas yaitu Ibnu alfurot abul hasan muhammad bin  al abbas bin muhammad bin alfurot al bagdady wafat: 384 H dan nafthowaih wafat 323 maka jarak antara wafat keduanya adalah 61 tahun, maka ini menghalangi adanya riwayat dan bertemu antara keduanya. Dan riwayat  di atas di katakan oleh Al hafid Ibnu hajar dalam fath al bari 13/406,ibnu mandhur dalam lisan al arab 14/414, di riwayatkan al lalakai 3/399/666 dari jalan muhamad bin jafar an nahwi menerima ijazah dari nafthowaih,an nahwi ini adalah ibnu an nijar al muqri, tidak ada yang mensohehkan dalam riwayat  juga dalam biografinya dalam as siyar an nubala 17/100, dan sebagaimana di qisahkan oleh al baihaqi dalam Al asma was sifat 415 itu riwayat mudtharib matan, dan telah berkata tentang nafthawaih seperti dalam lisan al mizan 1/108:  (( قال الدارقطني ليس بقوي ، ومرة لا بأس به    )) Berkata Ad darqutni: ia tidak kuat, dan sesekali berkata: tidak apa-apa"..., rowi berikutnya yang mengatakan apa yang di katakan oleh Ibnu Arabi adalah dawud bin ali, jika maksudnya dawud bin ali ad dohiri " maka beliau adalah salah seorang hufad dan imam yang waro dan tsiqot lahir 202 H, Dan beliau adalah orang yg berkata bahwa alquran itu muhdas dan lafad al qyran itu mahluq,ini adalah ucapan yg benar sebagaimana dalam al quran dan as sunnah, oleh sebab itu beliau di kritik oleh imam ahmad dan para pengikutnya yang mana beliau[Imam Ahmad] menghindari jalan membahas tentang hal itu karena takut salah di fahami, sebagaimana itu tercatat dalam biografinya dalam as siyar an nubala 13/97-108, dan dalam lisan almizan 2/517, maka dawud ad dhohiri bersebrangan dgn ibnu arabi dalam hal ini,sebagaimana dalam qisah tsbt,maka idtirob terjadi dalam masalah ini karena dalam sebagian sanad di sebutkan ahmad bin dawud,dan terkadang di sebut rojul saja,oleh sebab itu perkataan Ibnu arabi dalam riwayat di atas tdk tsabit.....!!  

Ada pun klaim mereka bahwa "makna istaula: menguasai" itu  mengandung makna saling mengalahkan", maka itu klaim yang bathil....!! itu hujjah yang rusak dgn bukti dari ayat-ayat yg banyak yang dhahirnya menunjukan makna mugolabah: saling mengalahkan" walau pada kenyataannya tdk ada yang bersaing saling mengalahkan dgn Allah, yang jelas dhahirnya menunjukan hal tsbt, Allah telah mengabarkan hal itu dgn maksud sbgmn di kehendakki Allah, di antaranya adalah ayat:{ والله غالب على أمره }: dan Allah yang mengalahkan urusannya" , dan ayat:{ لمن المُلْك اليوم } :  milik siapakah kerajaan pada hari ini [qiyamat]",maka kita tanya kepada orang yang berkata dgn makna mugolabah: " apakah sebelum hari itu kerajaan atas semua ciptaannya adalah milIk selain Allah...???",kalau mereka berkata: "iya" maka mereka kufur...!!,jika menjawab tidak maka  mereka sepakat dengan kami atau malah dengan muktazilah....atau malah dengan jahmiyah sebagaimana tuduhan mereka...! hehe
nah maka ucapan kami dan mereka tidaklah bermakna mugolabah...!! dan yang terpenting adalah   bahwa perkataan ibnu arabi ini, kalau pUn tsabit, maka ini adalah ucapan yang paling bathil...! dan perkataan ulama bukanlah hujjah,apalagi ketika bertentangan dgn hujjah syar"iyah dan hujjah lugowiyyah. 



...................  bersambung ke bag: 2

DiNuqilkan Oleh : Bagus Rangin ~ Kertajati-Majalengka

pucukpucuk Agan sedang membaca artikel tentang: Di antara Makna lafad ISTAWA adalah ISTAULA; Menguasai. Bag:1. Silakan agan copy dan paste atau sebarluaskan artikel ini jika dinilai bermanfaat,Ane juga menyediakan buku terjemahan kitab yang membantah wahabi: 1. buku "bid'ah mahmudah dan bid'ah idhafiyah antara pendapat yang membolehkan dan yang melarang" terjemah dari kitab: albid'atul mahmudah wal bid'atul idhafiyah bainal mujiziina wal maniin" karya Syaikh abdul fattah Qudais Al Yafi"i, 2.Terjemah kitab ‘At Tabaruk Bi As Sholihin Baina Al Muzijiin wa Al Maani’in: Mencari Keberkahan Kaum Sholihin Antara Pendapat yang Membolehkan dan yang Melarang, hub admin: hp/WA 0857-5966-1085.syukron :

*** Dapatkan buku terjemah disini ***

Share this article :

+ komentar + 4 komentar

pedagang roti
30 Januari 2012 pukul 17.37

ah yang benar aja...

30 Januari 2012 pukul 17.43

lah ente bilang letak salahnya juga engga,maka jelas benar............!!

17 Februari 2012 pukul 08.15

Otak cingkrang mana sampai mikirin yang begituan....

20 Februari 2015 pukul 10.00

Allah subhaanahu wa ta'aala menegaskan bahwa dia ber-istiwa diatas singgasana ('Arsy) ditujuh tempat dalam kitab-Nya dengan lafadz "ISTAWA" dalam bahasa Arab kita dapati, jika bertemu dengan huruf "'Alaa" berarti "Ber-Istiwa diatas", sehingga makna firman Allah:

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy (QS Thaha : 5)

Dan ayat-ayat lainnya berarti ber-istiwa di atas 'Aray dengan cara khusus, bukan seperti bersemayamnya manusia secara umum. Persemayaman semacam ini hanya Allah yang memiliki dengan persemayaman yang sesungguhnya, yaitu bahwa dia bersemayam di atas singgasana-Nya, dengan persemayaman yang sesuai dengan (kehendak -Mukhtar Hasan) Allah, bukan seperti duduknya manusia di atas kasur atau menunggang di atas punggung binatang ternak, bukan pula seperti tingginya planet-planet di angkasa sebagaimana yang Allah firmankan:

وَالَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنَ الْفُلْكِ وَالْأَنْعَامِ مَا تَرْكَبُونَ

Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. (QS Az-Zukhruf : 12)

لِتَسْتَوُوا عَلَىٰ ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَٰذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ

Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, (QS Az-Zukhruf : 13)

وَإِنَّا إِلَىٰ رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami".(QS Az-Zukhruf : 14)

Bersemayamnya makhluk diatas sesuatu tidak mungkin sama dengan bersemayamnya Allah di atas singgasana ('Arsy) Nya, karena Allah tidak ada yang menyerupai-Nya. Salah besar orang yang mengatakan bahwa makna " ISTIWA 'ALAA AL-'ARSY" (Menguasai Singgasana), karena ini telah menggantikan pembicaraan dari tempatnya dan bertentangan dengan kesepakatan para Shahabat dan Tabi'in, serta bersandar kepada pengertian bathil yang tidak mungkin bagi seorang Mukmin untuk berbicara dengannya, bila dikaitkan dengan Allah. Al-Qur'an diturunkan dengan bahasa arab, tanpa diragukan lagi, seperti yang difirmankan Allah,

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).(QS Az-Zukhruf : 3)

Maksud dari kalimat "Istawa 'Alaa Kadza" dalam bahasa arab berarti "Istiqraar" (Bersemayam) dan itulah makna yang cocok terhadap lafal itu. Maka makna "Istawa 'alaa al-'Arsy" berarti bersemayam diatasnya dengan cara khusus yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Jika kata "Istiwa" ditafsirkan dengan "Istaula" (menguasai) berarti telah mengubah kalimat Allah dari keasliannya, karena dia telah menolak makna yang ditunjukkan oleh bahasa Al-Qur'an yaitu "al-'Uluuw" (bersemayam) dan menetapkan makna lain hukumnya bathil.

Para salaf dan tabi'in menyepakati makna ini dan tidak ada satu huruf pun yang bertentangan dengan pendapat ini. Jika ada lafal dalam al-Qur'an dan as-Sunnah, tetapi tidak ada penafsiran dari riwayat para salaf yang menentang makna dzahirnya, berarti bahwa mereka tetap mempertahankan makna lahir ayat itu dan meyakini kebenaran apa yang ditujukan-kan secara lahir itu.

Jika ada seseorang bertanya: adakah lafal yang sharih dari salaf bahwa mereka menafsirkan kata "Istawa" dengan 'Alaa?

See More : http://pakmukhtar.blogspot.com/2015/02/tauhid-dan-macam-macamnya.html

Posting Komentar

Jangan lupa Tulis Saran atau Komentar Anda

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger