Sheikh Ibn Taimiyah memberi satu pemahaman yang salah, takkala mencoba menetapkan bahwa, golongan salafus soleh memahami nas-nasmutasyabihat tersebut dari sudut lugot/bahasa, sehingga ia memahaminya dengan makna secara bahasa dan hanya menafikan ilmu kaif;pengetahuan kaifiyat.
Semua ini kembali kepada kesalah fahaman Ibn Taimiyah terhadap perkataan salafus soleh: “tanpa takyiif”.
Ketika para salafus soleh menafikan kaif atau takyiif, maksud mereka adalah menafikan asal kaif (keadaan) itu sendiri, bukan menafikan pengetahuan tentang keadaan ,seperti yang difahami oleh Ibn Taimiyah.
PERBEDAAN antara nafi aslul kaif dengan nafi ilmul kaif:
Menafikan aslul kaif brarti, mencegah orang dari menggambarkan lafaz-lafaz mutasyabihat tersebut dengan maknanya dari sudut bahasa, krna sebagian orang, ketika sebatas mendengar saja tentang perkara-perkara mutasyabihat, mereka terus menggambarkan sifat-sifat tersebut dengan maknanya dari sudut bahasa, yang membawa kepada faham tajsim atau menjisimkan Allah s.w.t..
Kaif itu sendiri dari sudut bahasanya ialah: meletakkan sesuatu yang dinisbahkan kepada sesuatu yang lain, atau menggambarkan sesuatu dinisbahkan kepada anggota yang lain. Maksudnya bahwa kaif itu sendiri ialah, jika seseorang menggambarkan keadaan sesuatu itu dengan susunan bentuknya dan sebagainya, seperti ketika orang membayangkan kaif Zaid, dia akan menggambarkan susunan bentuk tubuh Zaid dari muka sampai ke kaki. Jadi inilah yang dilarang oleh salafus soleh, yakni larangan daripada menggambarkan bahwa Tuhan itu berjisim. Ini adalah menafikan Asal Kaif itu sendiri.
Adapun Ibn Taimiyah menyangka bahwa para salafus soleh itu menafikan ilmul kaif yakni menafikan pengetahuan mengenai hakikat keadaan sesuatu itu, padahal, golongan salaf menafikan akan adanya keadaan kaif itu sendiri yang di nisbat kan pada zat Allah s.w.t..
Oleh kerana itulah, Ibn Taimiyah menegaskan bahwa, golongan salafus soleh tidak akan berkata: “tanpa kaif” jika mereka tidak memahami makna lafad mutasyabihat dengan maknanya dari sudut bahasa (makna dhahir). krna, Ibn Taimiyah memahami bahwa, seseorang hanya menafikan ilmu kaif setelah dia mengetahui makna lafadnya , sedangkan golongan salafus soleh tidak menafikan ilmu kaif, tetapi menafikan aslul kaif (asal keadaan itu sendiri).
Padahal semua ulama termasuk madhab imam hambal menafikan makna dhohir dan melarang membahas makna sifat khobariyah atau yang di sebut sifat sam'iyat [sifat sebagaimana yang di dengar dalam hadis/quran],dan mereka sepakat bahwa itu termasuk bab mutasyabihat,tetapi Ibnu taemiyah memisahkan diri dari pendapat para pemuka ulama tersebut dengan menetapkan makna sifat khobariyah secara lugot kemudian menyerahkan bagaimananya [ada kaifiyat] kepada Allah,lihat perkataan beliau ketika membantah pendapat ulama madhab hambali yang membawakan perkataan Imam ahmad tentang sifat, beliau berkata dalam majmu fatawa 17/363:
: "والمنتسبون إلى السنة من الحنابلة وغيرهم الذين جعلوا لفظ التأويل يعم القسمين، يتمسكون بما يجدونه من كلام الأئمة المتشابه، مثل قول أحمد في رواية حنبل: (ولا كيف ولا معنى)، فظنوا أن مراده أنا لا نعرف معناه!
:Dan yang menisbatkan diri pada as sunnah dari kalangan hanabilah [madhab Imam Ahmad] dan juga ulama selainnya yang menjadikan lafad takwil mencakup atas dua bagian,mereka berpegang dengan apa yang mereka temukan dari perkataan para Imam tentang sifat mutasyabih,seperti perkataan Imam Ahmad dalam riwayat Hanbal; ولا كيف ولا معنى;tanpa kaif dan tanpa makna,maka mereka mengira bahwa maksud Imam Ahmad adalah: saya tidak mengetahui maknanya.
Lihat dalam perkataan tersebut ibnu taemiyah mengkritik para ulama hususnya madhab Imam Ahmad atas pendapat mereka bahwa Imam ahmad menyatakan sifat mutasyabihat tidak ada kaif dan tidak memberi makna.
Dan adapun Riwayat dari Imam Ahmad yang di kritik oleh ibnu taemiyah,itu adalah riwayat yang mashur,telah menuqilkan Al kholal dalam kitab As sunnah dari hanbal bin ishaq RA,sesunggguhnya beliau berkata:
:"سألت أبا عبد الله عن الأحاديث التي تروى "إن الله تبارك وتعالى ينزل إلى السماء الدنيا" . و "إن الله يرى" و "إن الله يضع قدمه" وما أشبه هذه الأحاديث ؟ فقال أبو عبد الله : نؤمن بها ونصدق بها ولا كيف ولا معنى ، ولا نرد منها شيئاً ، ونعلم أن ما جاء به رسول الله صلى الله عليه وسلم حق إذا كان بأسانيد صحاح ، ولا نرد على الله قوله ، ولا يوصف الله تبارك وتعالى بأكثر مما وصف به نفسه بلا حد ولا غاية ، ليس كمثله شيء
:Aku bertanya kepada Abu abdilah [Imam ahmad RA] tentang hadis yang di riwayatkan bahwa Allah yanzilu ila sama'i dunya,dan hadis Allah dapat di lihat juga hadis innallaha yadlo;u qodamahu dan yang semisal dengannya,maka berkata Abu abdillah:aku beriman dengannya dan membenarkannya dengan tanpa kaif dan tanpa makna,dan kami tidak menolak sedikit pun,dan kami tau bahwa apa yang datang dari Rasul SAW itu haq ketika sanadnya sohih dan kami tidak menolak firman Allah dan kami tidak mensifati dengan sifat yang lebih dari apa yang telah Allah sifathan pada dirinya dengan di sertai tanpa batas dan ujung tidak ada sesuatu pun yang menyerupainya [kitab dzam at takwil 21]
Dan yang mashur yang dijadikan sandaran madhab hanabilah bahwa khobar sifat itu termasuk mutasyabihat dan hukumnya sebagaimana hukum mutasyabihat,berkata AL muwafaq Ibnu Qudamah dalam kitab Raudlotu an nadhir 1/186:
"والصحيْحُ أنّ المُتَشابِه مَا وَرَدَ فِي
صِفَاتِ اللهِ سُبْحَانَهُ
:Dan yang sohih sesungguhnya mutasyabih itu adalah lafad lafad yang datang dalam masalah sifat Allah.
Berkata Ibnu muflih dalam kitab usulnya 1/316:
: "والمُحْكَم مَا اتَّضَحَ مَعْنَاهُ ، فلم يَحْتَجْ إلى بَيَان ، والمُتشابه عَكسُهُ ؛ لاشْتراكٍ أو إجمَال ، قال جماعةٌ من أصْحابنا وغيْرُهم : وما ظاهرُهُ التشْبيْه ، كصِفاتِ اللهِ"
; Dan lafad yang muhkam adalah yang jelas maknanya,maka tidak membutuhkan penjelasan,dan yang mutasyabih adalah sebaliknya,karena adanya istirok [banyak makna] dan mujmal [lafad global] berkata sekelompok ashab kami dan yang lainnya yaitu lafad yang dhohirnya mengandung tasybih seperti sifat sifat Allah.
Berkata At Thufa dalam syarah mukhtashor ar raudloh 2/44:
: "والمتشابه مقابل المحكم، وهو غير المتضح المعنى، فتشتبه بعض محتملاته ببعض للاشتراك، أي: تشابهه، وعدم اتضاح معناه إما لاشتراك كلفظ العين والقرء ... أو لظهور تشبيه في صفات الله تعالى، كآيات الصفات وأخبارها، نحو: "ويبقى وجه ربك"، "لما خلقت بيدي"، "بل يداه مبسوطتان"، "يد الله ملأى لا تَغِيضها النفقة"، فيضع الجبار قدمه"، "فيظهر لهم في الصورة التي يعرفونها"، "خلق الله آدم على صورة الرحمن"، ونحو ذلك مما هو كثير في الكتاب والسنة؛ لأن هذا اشتبه المراد منه على الناس، فلذلك قال قوم بظاهره فجسموا وشبهوا، وفَرَّ قوم من التشبيه فتأولوا وحَرَّفوا فعطَّلوا، وتوسط قوم فسلَّموا وأَمَرُّوه كما جاء مع اعتقاد التنزيه فَسَلِموا، وهم أهل السنة"
: nas-nas yg mutasyabih adalah kebalikan dari nas-nas yg muhkam yakni maknanya tdk jelas , maka bisa keliru sebagian kemungkinan makna terhadap sebagian yg lain,di karenakan lafadnya yg istirok [mengandung byk makna] yakni menimbulkan kekeliruan dan tdk jelas maknanya, apakah karena istirok seperti pada lafad aen dan quru atau karena nampak keserupaan dalam sifat Allah seperti ayat2 dan khobar sifat misal [ayat wajhu][lima kholaqta][yad][qodam] dll, yg mana hal itu byk dalam alquran dan as sunnah, nas-nas ini mengandung kesamaran bagi manusia atas apa yg di maksud dari lafadnya ,oleh sebab itu maka sebagian orang berkata: ambillah dgn makna dohirnya, maka mereka menjisimkan Allah,dan sebagian yg lain lari dari tasybih dgn mentakwil dan tahrif maka mereka menafikan sifat Allah [ta"til] dan sebagian mengambil jalan tengah,maka mereka selamat yakni dgn memberlakukan nas sebagaimana datangnya disertai tanzih [mensucikan Allah dari keserupaan tasybih/tamtsil] mereka inilah ahlussunnah.
Berkata imam Mar'i alkarmi dalam kitabnya aqowil assiqot 65-66;
: "هذا كلام أئمة الحنابلة ولا خصوصية لهم في ذلك ، بل هذا مذهب جميع السلف والمحققين من الخَلَف. قال الحافظ السيوطي في كتابه: "الإتقان": "من المتشابه آيات الصفات، ولابن اللَّبَّان فيها تصنيف مُفْرد، نحو: "الرحمن على العرش استوى"، "كل شيء هالك إلا وجهه"، "ويبقى وجه ربك"، "ولتصنع على عيني"، "يد الله فوق أيديهم"، "لما خلقت بيدي"، "والسموات مطويات بيمينه". وجمهور أهل السنة، منهم السلف وأهل الحديث: على الإيمان بها، وتفويض معناها المراد منها إلى الله تعالى، ولا نُفَسِّرها مع تنزي ا له عن حقيقتها"
: Ini adalah perkataan Para Imam pemuka madhab Hambali DAN TIDAK ada ke khususan bagi mereka saja dalam masalah ini,tetapi ini adalah madhab seluruh salaf dan juga madhab para muhaqqiq dari golongan kholaf,telah berkata Alhafid As suyuti dalam kitabnya Al itqon;di antara mutasyabih adalah ayat ayat sifat,dan ibnu lubban memiliki karangan yang menyendiri tentang ini seperti ayat Arrohmanu alal arsyis tawa,kullu syaiin halikun illa wajhah,wa yabqo wajh robbik,walitushna'a ala aini,yadullohu fauqo aidihim.lima kholaqtu bi yadayya,was samawatu muthowwiyatunbiyaminih,dan jumhur ahlissinnah,mencakup salaf dan ahlu hadis;mengimani lafad lafad itu dan tafwidl;menyerahkan makna yang di maksud darinya kepada Allah taala,dan tidak mentafsirnya karena mensucikan bagi Allah dari hakikatnya.
Dan bagi mutasyabihat,para ulama hanabilah menghukumi dengan dua hukum:
1.Tidak boleh mendalami maknanya dengan mentakwil karena itu merupakan perkataan dengan dhon:perkiraan.
berkata Syaikh Mar'i al karmi dalam aqowil as tsiqot 55;
" مذهب السلف وإليه ذهب الحنابلة وكثير من المحققين عدم الخوض خصوصا في مسائل الأسماء والصفات فإنه ظن والظن يخطئ ويصيب فيكون من باب القول على الله بلا علم وهو محظور ويمتنعون من التعيين خشية الإلحاد في الأسماء والصفات ولهذا قالوا والسؤال عنه بدعة فإنه لم يعهد من الصحابة التصرف في أسمائه تعالى وصفاته بالظنون وحيث عملوا بالظنون فإنما عملوا بها في تفاصيل الأحكام الشرعية لا في المعتقدات الإيمانية وروى الشيخان وغيرهما عن عائشة رضي الله عنها قالت تلا رسول الله صلى الله عليه و سلم هذه الآية هو الذي أنزل عليك الكتاب إلى قوله أولوا الألباب آل عمران( 7) قالت فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم فإذا رأيت الذين يتبعون ما تشابه منه فأولئك الذين سمى الله فاحذرهم وروى الطبراني في الكبير عن أبي مالك الأشعري أنه سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لا أخاف على أمتي إلا ثلاث خلال أن يكثر لهم المال فيتحاسدوا فيقتتلوا وأن يفتح لهم الكتاب فيأخذه المؤمن يبتغي تأويله وما يعلم تأويله إلا الله الحديث.وفي حديث ابن مردويه أن القرآن لم ينزل ليكذب بعضه بعضا فما عرفتم فاعملوا يه وما تشابه فآمنوا به..."ا.هـ.
;Madhab salaf dan dengannya berjalan madhab hambali dan juga kebanyakan ahli tahqiq yaitu tidak mendalami hususnya dalam masalah asma dan sifat karena berbicara tentangnya hanyalah dhon[prasangka] dan dhon terkadang benar dan terkadang salah,maka akan termasuk dari bab berbicara terhadap Allah dengan tanpa ilmu [yaqin] dan itu di larang dan mereka melarang menentukan makna karena takut menyeleweng dalam asma dan sifatNya,oleh karena itu mereka berkata;bertanya tentangnya adalah bidah,karena tidak di dapati dari para sahabat memberlakukan dalam asma dan sifat Allah dengan dhon,dan sungguh mereka memberlakukan hukum dengan dhon itu dalam masalah hukum hukum syariat bukan dalam hal aqidah keimanan,dan telah meriwayatkan bukhori muslim dari Siti Aisyah Ra,beliau berkata:telah membaca Rasulullah SAW ayat ini;alladzi anzala alaika alkitab sampai ulil albab [al imron; 7],siti Aisyah berkata: beliau Rasul SAW berkata:“Apabila engkau melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyaabihaat, mereka itulah yang dimaksud oleh Allah, maka waspadalah terhadap mereka.,dan telah meniwayatkan at thobroni dalam alkabir dari abi malik al asyari beliau mendengar Rasul SAW bersabda:aku tidak takut pada umatku kecuali tiga golongan;pertama adalah orang yang selalu kurang dan di limpahkan harta padanya maka mereka saling dengki dan saling membunuh,dan di bukakan pada mereka alkitab maka mengambil padanya orang mukmin lalu mencari cari takwilnya dan tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah..alhadis,dan dalam hadis iBnu mardawaih:sesungguhnya Al quran tidak di turunkan untuk di bonongkan sebagiannya terhadap sebagian yg lain,apa apa yang kamu ketahui maka amalkanlah,dan apa apa yang mutasyabih maka imanilah [lafadnya].
2. Menyerahkan makna nas mutasyabihat kepada Allah sebagaimana dalam khobar sifat seperti yang telah di tetapkan oleh Ibnu hamdan dalam nihayat almubtadiin: 30.
Dan berkata ibnu rojab dalam fadlu salaf ala alkholaf hal :
"والصواب ما عليه السلف الصالح من إمرار آيات الصفات وأحاديثها كما جاءت من غير تفسير لها ولا تكييف ولا تمثيل: ولا يصح من أحد منهم خلاف ذلك البتة خصوصاً الإمام أحمد ولا خوض في معانيها"
: yang benar adalah, apa yang dipegang oleh Salaf Soleh yang membiarkan ayat-ayat sifat dan hadith-hadithnya sebagaimana ia disebutkan tanpa tafsir. tanpa memberi kaif dan tana tamsil, dan khususnya Imam Ahmad tidak mendalami sedikit pun makna- makna (mutasyabihat)
Dan Imam As Safaroini Rh mensyarahi perkataan tersebut dalam kitab lawamiul anwar 1/97 dengan perkataan beliau :
"فكل ما جاء عن الله تعالى في القرآن العظيم من الآيات القرآنية أو صح مجيئه في الأخبار بالأسانيد الثابتة المرضية عن رواة ثقات في النقل، وهم العدول الضابطون المرضيون عند أهل الفن العارفين بالجرح والتعديل، من الأحاديث الصحيحة، والآثار الصريحة: مما يوهم تشبيهاً أو تمثيلاً فهو من المتشابه، الذي لا يعلمه إلا الله. نؤمن به، وبأنه من عند الله تعالى، ونُمِرِّه كما قد جاء عن الله أو عن رسول الله صلى الله عليه وسلم... فمذهب السلف: أنهم يصفون الله بما وصف به نفسه، وبما وصفه به رسوله صلى الله عليه وسلم من غير تحريف ولا تكييف، وهو سبحانه: "ليس كمثله شيء" لا في ذاته ولا في صفاته ولا في أفعاله. وكل ما أوجب نقصاً أو حدوثاً فالله تعالى منزه عنه حقيقة، فإنه تعالى مستحق الكمال الذي لا غاية فوقه. ومذهب السلف عدم الخوض في مثل هذا، والسكوت عنه، وتفويض علمه إلى الله تعالى" ا.هـ المراد.
:Dan setiap yang datang dari Allah dalam alquran ayang agung dari ayat ayat al quran atau yang datang dalam khobar dengan sanad yang sabit dan di ridhai dari rowi yang siqot dalam membawakannya dan mereka adil dhobit menurut ulama ahli pada bidangnya dan mengetahui jarh dan tadil dari hadis hadis yang sohih dan astar atsar yang sorih dari lafad lafad yang nampak memberikan makna tasybih atau tamstil,maka itu termasuk nas mutasyabih yang tidak di ketahui maknanya kecuali oleh Allah,kami mengimani dan meyakini itu dari Allah dan memberjalankan lafadnya sebagaimana datangnya dari Allah dan Rasulnya SAW dengan tidak memberi kaif dan tidak merubah,dan Allah tidak ada yang menyerupainya" tidak pada DzatNya, sifatNya dan Af'alNya,dan setiap sifat yang yang menjadikan adanya kekurangan atau pembaharuan,maka Allah di sucikan dari semua itu secara mutlak,karena Allah saja yang berhaq dengan kesempurnaan yang tidak ada yang melebihiNya,Dan madhab salaf adalah tidak mendalami dalam nas nas semisal ini dan diam tentangnya dan lalu menyerahkan pengetahuan maknanya kepada Allah.
Beliau berkata lagi tentang madhab imam Ahmad RA dalam kitab tersebut 1/107:
"اعلم أن مذهب الحنابلة هو مذهب السلف، فيصفون الله بما وصف به نفسه، وبما وصفه به رسوله، من غير تحريف ولا تعطيل، ومن غير تكييف ولا تمثيل. فالله تعالى ذات لا تشبه الذوات، متصفة بصفات الكمال التي لا تشبه الصفات من المحدثات. فإذا ورد القرآن العظيم، وصحيح سنة النبي الكريم، عليه أفضل الصلاة وأتم التسليم بوصف للباري جلَّ شأنه تلقيناه بالقبول والتسليم، ووجب إثباته له على الوجه الذي ورد، ونكل معناه للعزيز الحكيم،
:Dan ketahuilah sesungguhnya madhab Imam ahmad adalah madhab salaf,mereka mensifati Allah dgn apa yang di sifati olehNya dan dengan apa yang di sifati oleh Rasul SAW dengan tidak merobah dan tidak ta'til:menafikan sifat dan tidak memberi kaif juga tidak tamsil,karena Allah adalah dzat yang tidak seperti dzat dzaaat lainnya,dan disifatidengan sifat kesempurnaan yang tidak menyerupai sifatNya dengan hal hal yang baru/ada permulaan,maka ketika datang Alquran al adhim dan Sunnah Nabi yang shahih dengan sifat Allah al baari maka kami menerima dan tunduk,dan wajib menetapkannya sebagaimana keadaan datangnya dan kami menyerahkan maknanya kepada Allah al azizil hakim.
Ini adalah aqidah madhab Imam Ahmad seperti madhab seluruh salaf yaitu tidak mendalaminya dan mentafwid makna: menyerahkan maknanya kepada Allah, sehingga mereka tidak menetapkan makna secara lugot;bahasa, maka siapapun yang membuat jalan sendiri dan mengkritik madhab mayoritas ulama madhabnya dan juga mayoritas salaf,maka ia telah menyimpang dari jalan yang lurus dan tinggalkanlah olehmu si fulan dari si fulan yang sombong dengan pendapatnya yang syadz/menyendiri.wallahu almuwafiq.
Dan di samping tafwid yang di jelaskan di atas,ada lagi dua jenis tafwid batil,yakni:
1. Tafwid dengan menganggap bahwa ayat ayat dan hadis sifat tidak memilki makna sama sekali dan tidak memilki mafhum
Adapun ulama madhab Imam Ahmad menetapkan bahwa sesungguhnya ayat dan hadis sifat memiliki makna,tetapi mereka menyerahkan makna dari lafad lafad tersebut kepada Allah dengan di sertai keyakinan YANG QOT'I bahwa di sana ada makna yang layak untuk Allah SWT
Adapun ulama madhab Imam Ahmad menetapkan bahwa sesungguhnya ayat dan hadis sifat memiliki makna,tetapi mereka menyerahkan makna dari lafad lafad tersebut kepada Allah dengan di sertai keyakinan YANG QOT'I bahwa di sana ada makna yang layak untuk Allah SWT
Maka firman Allah: بل يداه مبسوطتان" kedua yadNya di bukakan",berkata Ibnu jauzi zaad al maisir 2/234:
"والمراد بقوله: "بل يداه مبسوطتان" أنه جواد ينفق كيف يشاء، وإلى نحو هذا ذهب ابن الأنباري. قال ابن عباس: إن شاء وسَّع في الرزق، وإن شاء قَتَّر"
: Dan yang di maksud dengan firmanNya بل يداه مبسوطتان"sesungguhnya Allah maha pemurah memberi dengan sekehendaknya,dan dengan misal ini telah memberjalankan ibnu anbari,berkata Ibnu Abbas:kalau Allah menghendaki maka Allah meluaskan rizqinya.
Dan ulama madhab imam ahmad telah memastikan [qot'i] bahwa tidak ada dalam kitab Allah kalimat yang tidak memiliki makna,oleh sebab itu berkata al ala'i al mardawi dalam syarah at tahrir 3/1399:
: "(وليس فيه ـ أي: الكتاب... ما لا معنى له) وهذا مما يقطع به كل عاقل، ممن شم رائحة العلم، ولا يخالف في ذلك إلا جاهل أو معاند؛ لأن ما لا معنى له هذيان، ولا يليق النطق به من عاقل، فكيف بالباري سبحانه وتعالى" ا.هـ
;Dan tidak ada di dalamnya yakni dalam alkitab sesuatu lafad yang tidak memiliki makna,ini yang di pastikan oleh orang beraqal dan orang yang mwncium wanginya ilmu dan tidak ada yang menyelisihi hal itu kecuali orang jahil yang keras,karena sesuatu yang tidak memiliki makna itu sia sia
Dan hal yang sama dengan perkataan ini di katakan oleh Ibnu najar dalam kitab al kaukab almunir 2/144.
2. Pendpat yang menyatakan tafwid itu enyeluruh pada semua asma dan sifat.
Adapun ulama madhab Imam ahmad,menetapkan bahwa makna asma dan sifat itu di kenal dan di ketahui kecuali lafad lafad yang memberi prasangka tasybih dan tamsil, seperti lafad wajh,yad ,qodam, saq, maji, nuzul, ain dan yang semisalnya
Dalam hal ini telah berkata Imam As Safaroini Rh dalam kitab lawamiul anwar 1/97 :
"فكل ما جاء عن الله تعالى في القرآن العظيم من الآيات القرآنية أو صَحّ مجيئه في الأخبار بالأسانيد الثابتة المرضية عن رواة ثقات في النقل، وهم العدول الضابطون المرضيون عن أهل الفن العارفين بالجرح والتعديل، من الأحاديث الصحيحة، والآثار الصريحة: مما يوهم تشبيهاً أو تمثيلاً فهو من المتشابه الذي لا يعلمه إلا الله. نؤمن به، وبأنه من عند الله تعالى، ونُمِرُّه كما قد جاء عن الله أو عن رسول الله صلى الله عليه وسلم" ا.هـ المراد.
:Dan setiap yang datang dari Allah dalam alquran ayang agung dari ayat ayat al quran atau yang datang dalam khobar dengan sanad yang sabit dan di ridhai dari rowi yang siqot dalam membawakannya dan mereka adil dhobit menurut ulama ahli pada bidangnya dan mengetahui jarh dan tadil dari hadis hadis yang sohih dan astar atsar yang sorih dari lafad lafad yang nampak memberikan makna tasybih atau tamstil,maka itu termasuk nas mutasyabih yang tidak di ketahui maknanya kecuali oleh Allah,kami mengimani dan meyakini itu dari Allah dan memberjalankan lafadnya sebagaimana datangnya dari Allah dan Rasulnya SAW
هذا وبالله التوفيق
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Tulis Saran atau Komentar Anda