Kelompok wahabi/salafy dan pecahan2nya yang mempunyai semboyan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits dan menolak pendapat ulama, ternyata diam-diam memakai kaidah ushul fiqih: ''Segala sesuatu pada asalnya adalah boleh kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya dan segala ibadah adalah dilarang kecuali jika ada dalil yg memerintahkannya''.Oleh karena itu disini akan dijelaskan dua point penting tentang penggunaan kaidah ini dalam pemahaman kelompok mereka;
- Kaidah ini adalah kaidah ushul fiqih syafi’iyyah, yang dimunculkan pertama kali oleh Imam Syafi’I dalam kaidah ushul fiqihnya CEK KITAB AR RISALAH KARYA IMAM SYAFI-I. sedangkan dalam madzhab Hanafi digunakan kaidah ''segala sesuatu pada asalnya adalah terlarang kecuali jika ada dalil yg menghalalkannya''. Jadi kaidah ini adalah ijtihad para Imam madzhab dan bukan firman Allah atau pun sabda Rasulullah SAW. Dan menjadi sangat aneh jika kelompok anti bid’ah yg berkoar-koar untuk hanya menggunakan al-Qur’an dan al-Hadits saja sebagai pedoman pengambilan hukumnya, kemudian menggunakan kaidah ini justru untuk memperkuat hujjah mereka dan menyerang kelompok lain yg mengikuti kaidah ini (ulama madzhab syafi’i).Bukankah ini namanya adalah pencurian dalil secara tidak wajar ??? karena seharusnya syafi’iyyah (ulama madzhab syafi’i) lah yang lebih berhak menjelaskan kaidah ini.
- Kelompok Wahabi/salafy dan pecahan2nya telah memelintir kaidah ini dari maksud asal pembuat kaidah. Wahabi/salafy mengatakan bahwa kaidah ''segala sesuatu pada asalnya adalah boleh kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya''digunakan untuk muamalah. Sedangkan untuk ibadah menggunakan kaidah ''segala ibadah adalah dilarang kecuali jika ada dalil yg memerintahkannya''.Sehingga dengan hujjah tersebut mereka mengatakan bahwa ritual tahlilan adalah ibadah dan tidak ada perintahnya, maulid dikategorikan ibadah dan tidak ada dalil yg memerintahkannya, jadi berdasarkan kaidah itu,semua ritual tersebut adalah haram, dsb.
Sungguh ini adalah sebuah kebohongan, karena kaidah tersebut telah dipelintir makna dan maksudnya. Coba kita lihat di kitab2 ushul fiqih Syafi’iyyah (seperti alwaroqot , luma’, dsb.) atau kitab2 qowaidul fiqhiyyah karya ulama madzhab syafi’i (seperti fawaidul janiyah,dsb.). bahwa kaidah ''segala sesuatu pada asalnya adalah boleh kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya' itu digunakan untuk makanan dan barang2 yg dikonsumsi, untuk mengambil kesimpulan hukumnya apakah halal atau haram untuk dikonsumsi. Jadi dengan mengatakan bahwa kaidah ini berlaku untuk muamalah, maka mereka telah menyalahi maksud pembuat kaidah ini atau dapat dikatakan mereka telah menambah- nambahinya (bid’ah juga tuh… hehehe…) sampai keluar dari maksud kaidah yg sebenarnya.Dan untuk muamalah, maka imam syafi’i dan ulama2 syafi’iyyah telah membuat kaidah tersendiri khusus untuk bab muamalat, seperti al-adah muhkamah (adat/ kebiasaan dlm muamalah- dpt dijadikan landasan hukum), dsb.
Kemudian kaidah kedua yaitu ''segala ibadah adalah dilarang kecuali jika ada dalil yg memerintahkannya''. Kaidah ini adalah untuk ibadah mahdloh sekaligus muayyan (DI TENTUKAN SIFAT, WAKTU DAN TEMPATNYA), Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh saja atau pun IBADAH ghoiru muayyan saja maka tidak termasuk dlm kaidah ini.
Ibadah mahdloh adalah ibadah yg memiliki ritual beserta tata caranya, misalnya sholat, puasa, haji, dzikir.Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh adalah ibadah bebas yg tidak memiliki ritual, seperti mahabbah/cinta kepada Allah dan Rasulullah, makan jika diniatkan untuk melakukan ibadah maka proses makan itu menjadi ibadah (ghoiru mahdloh), termasuk juga muamalah yg tidak bertentangan dengan syariat jika diniatkan ibadah maka juga akan bernilai ibadah, dsb.
Sedangkan muayyan maksudnya dibatasi oleh tempat dan waktu,contohnya sholat dan puasa ada waktu2 tertentu, haji juga ada tempat2nya yg telah ditentukan.Sedangkan ghoiru muayyan adalah ibadah yg tidak dibatasi oleh tempat dan waktu, misalnya dzikir,sholawat, sedekah, itu boleh dilakukan kapan saja dan dimana saja. Jadi seperti prosesi tahlilan, maulid, manaqib, semua itu tidak bertentangan dengan kaidah ini karena tidak termasuk ibadah mahdloh plus muayyan sekaligus.
Dan kita semua tahu bahwa maulid berisi mahabbah/cinta Rasulullah (ghoiru mahdloh,ghoiru muayyan), sedekah (ghoiru mahdloh, ghoiru muayyan),sholawat (mahdloh, ghoiru muayyan). Begitu juga tahlilan yg isinya pembacaan al-Qur’an, dzikir lailaha illalloh, do’a...jelas tidak bertentangan dengan kaidah diatas. Sedangkan membuat aturan jumlah rakaat sholat dluhur menjadi 5 rakaat, sholat memakai dua bahasa, naik haji di India, puasa wishol, sholat jumat diimami perempuan, maka itu baru bertentangan dengan kaidah diatas.
Intinya Ibadah yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w. terbagi kepada dua bentuk yaitu:
Pertama: Ibadah yang datang dari Rasulullah s.a.w. dan terikat dengan waktu, tempat, bilangan tertentu, cara tertentu atau keadaan tertentu. Maka, ibadah seperti ini wajib ditunaikan sebagaimana yang dilakukan olehRasulullah s.a.w. tanpa penambahan, perubahan atau pengurangan. barangsiapa yang melakukannya bukan dalam bentuk yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w., maka dia dianggap sebagai pencetus bid’ah.
Contohnya seperti: Solat fardhu, ibadah haji dan sebagainya.
Kedua: Ibadah yang diriwayatkan daripada Rasulullah s.a.w., apakah dalam bentuk perintah, tuntunan, anjuran atau pesan yang tidak terikat dengan bentuk, waktu, tempat atau bilangan tertentu dan tidak pula diriwayatkan mengenai larangan melakukannya di waktu-waktu yang tertentu. maka itu di kembalikan kepada umat Islam untuk memilih waktu dan tempat yang sesuai dengan amalan tersebut dan bentuknya, cukuplah mengamalkannya, bersandarkan izin yang diperoleh dari syariat secara am.
Contohnya seperti: solat sunat mutlak, puasa sunat mutlak, membaca Al-Qur’an, membuat jamuan makan dan sebagainya. ungkapan mahabah allah/Nabi dsb.................
Intinya Ibadah yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w. terbagi kepada dua bentuk yaitu:
Pertama: Ibadah yang datang dari Rasulullah s.a.w. dan terikat dengan waktu, tempat, bilangan tertentu, cara tertentu atau keadaan tertentu. Maka, ibadah seperti ini wajib ditunaikan sebagaimana yang dilakukan olehRasulullah s.a.w. tanpa penambahan, perubahan atau pengurangan. barangsiapa yang melakukannya bukan dalam bentuk yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w., maka dia dianggap sebagai pencetus bid’ah.
Contohnya seperti: Solat fardhu, ibadah haji dan sebagainya.
Kedua: Ibadah yang diriwayatkan daripada Rasulullah s.a.w., apakah dalam bentuk perintah, tuntunan, anjuran atau pesan yang tidak terikat dengan bentuk, waktu, tempat atau bilangan tertentu dan tidak pula diriwayatkan mengenai larangan melakukannya di waktu-waktu yang tertentu. maka itu di kembalikan kepada umat Islam untuk memilih waktu dan tempat yang sesuai dengan amalan tersebut dan bentuknya, cukuplah mengamalkannya, bersandarkan izin yang diperoleh dari syariat secara am.
Contohnya seperti: solat sunat mutlak, puasa sunat mutlak, membaca Al-Qur’an, membuat jamuan makan dan sebagainya. ungkapan mahabah allah/Nabi dsb.................
DiNuqilkan Oleh : Bagus Rangin ~ Kertajati-Majalengka
Agan sedang membaca artikel tentang: Segala ibadah adalah dilarang kecuali jika ada dalil yg memerintahkannya..??. Silakan agan copy dan paste atau sebarluaskan artikel ini jika dinilai bermanfaat,Ane juga menyediakan buku terjemahan kitab yang membantah wahabi: 1. buku "bid'ah mahmudah dan bid'ah idhafiyah antara pendapat yang membolehkan dan yang melarang" terjemah dari kitab: albid'atul mahmudah wal bid'atul idhafiyah bainal mujiziina wal maniin" karya Syaikh abdul fattah Qudais Al Yafi"i, 2.Terjemah kitab ‘At Tabaruk Bi As Sholihin Baina Al Muzijiin wa Al Maani’in: Mencari Keberkahan Kaum Sholihin Antara Pendapat yang Membolehkan dan yang Melarang, hub admin: hp/WA 0857-5966-1085.syukron :
+ komentar + 6 komentar
Wahabi memang bodoh... Kebodohan mereka juga dibongkar di http://ala-kullihall.blogspot.com
makasih silaurahm nya............salam aswaja
alhamdulillah..saya sudah berkali-kali silaturahim di sini namun belum ngisi komentar
@dhimas
sangat menarik..syukran telah berbagi ilmu
Jika betul bahwa kaidah ushul fiqih yang digunakan mereka adalah "kaidah ushul fiqih syafi’iyyah, yang dimunculkan pertama kali oleh Imam Syafi’I dalam kaidah ushul fiqihnya CEK KITAB AR RISALAH KARYA IMAM SYAFI-I. sedangkan dalam madzhab Hanafi digunakan kaidah ''segala sesuatu pada asalnya adalah terlarang kecuali jika ada dalil yg menghalalkannya''. Jadi kaidah ini adalah ijtihad para Imam madzhab dan bukan firman Allah atau pun sabda Rasulullah SAW." maka seyogyanya semua yang mengaku sebagai pengikut Imam Syafi'i bersyukur bahwa ilmu yang diberikan oleh beliau sangat bermanfaat sehingga ada pihak yang mengambil dan menggunakannya. InsyaAllah, ilmu itu tidak berkurang ketika diberikan atau diambil oleh orang lain selama kita masih tetap memanfaatkannya. Jika betul itu ilmu dari Imam Syafi'i, maka para pengikutnya adalah lebih berhak, maka ambil dan pergunakanlah sebagai pegangan dalam beribadah kepada Allah SWT, termasuk dalam hal berdzikir yang telah jelas diatur di dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf ayat 205 : ﴾ Al A'raf:205 ﴿
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. http://www.quranterjemah.com/?mod=quran.murotal.show&page=368
“Undzur maqola wa la tandzur an qola.”
(Perhatikan apa yang dikatakan, jangan memperhatikan siapa yang mengatakan)
Begitulah pesan sahabat yang mendapat julukan dari Rasulullah SAW pintu gerbang ilmu, khalifah Ali putra Abi Thalib Ra. Sebuah pesan agar dalam usaha mencari kebenaran, hendaknya kita memusatkan diri pada substansi kebenaran, bukan pada siapa yang mengucapkannya.
Jadi jika apa yang disampaikan itu adalah benar dari Imam Syafi'i, maka sebagai pengikutnya tidak ada pilihan lain untuk juga menerima dan mengikutinya, tidak peduli siapapun yang mengatakannya.
http://ulul-albab.asianfreeforum.com/t14-perhatikan-apa-yang-dikatakan-orang
Posting Komentar
Jangan lupa Tulis Saran atau Komentar Anda