News Update :
Home » » Benarkah Aqidah asy'ariyah berasal dari filsuf aristotleians??

Benarkah Aqidah asy'ariyah berasal dari filsuf aristotleians??

Penulis : Bagus Rangin on 2 Desember 2012 | 19.48.00



Benarkah Aqidah asy'ariyah berasal dari filsuf  aristotleians??; Itu tidak benar, dan Anda tidak punya bukti untuk itu. Islam sebagai agama dan sekaligus peradaban, mengukir sejarah dan membangun masa depan dari filsafat yang berdiri kokoh di atas track al-Quran dan as-Sunnah. Permasalahan-permasalahan mendasar yang menjadi obyek kajian filsafat seperti metafisika, alam, manusia, moralitas dan epistemologi, dalam Islam selalu tidak pernah lepas dari postulat-postulat al-Quran dan as-Sunnah. Dengan kata lain, al-Quran dan as-Sunnah lah unsur pembentuk sistem pemikiran yang sophisticated (canggih) dalam kehidupan umatnya.
Berangkat dari premis di atas, sesungguhnya sulit atau bahkan mustahil untuk dikatakan bahwa satu filsafat dari peradaban tertentu merupakan sebuah produk fikir yang dicetak oleh kertas carbon sehingga ia tidak lain adalah jiplakan dari produk fikir peradaban sebelumnya. Bangsa Yunani misalnya dikenal memiliki sejarah panjang dalam dunia filsafat. Tapi jangan pernah dilupakan bahwa Yunani adalah satu peradaban yang ateis, dalam bahasa agama disebut mulhid. Maka ketika akal mereka mencari kebenaran dan hakikat dalam permasalahan teologis, seperti tentang wujud Tuhan, kehidupan setelah mati, asal mula manusia, pencarian mereka selalu bermula dan berakhir dengan cara yang spekulatif. Ini tentu wajar mengingat semua produk fikir akal semata adalah sesuatu yang bias kesalahan dan sangat relatif. Oleh karena itu karakter filsafat Yunani berbeda dengan filsafat Islam. Sebab pemikiran filosofis dalam Islam selalu dimulai terlebih dahulu dengan konsep-konsep seminal yang telah diajarkan oleh al-Quran dan as-Sunnah. Dengan demikian, kajian tentang filsafat dalam Islam merupakan kelanjutan dari pemahaman, penafsiran, penjelasan dan pengembangan konsep-konsep yang ada dalam al-Quran dan as-Sunah. 

Dan sebenarnya logika Aristoteles sebagai komponen inti dalam filsafat Yunani ditolak mentah-mentah oleh para pemikir Islam dalam sejarah pemikiran Islam. Di dalam ranah ushul fikih, mantiq Yunani ditolak karena ia berangkat dan lahir dari bahasa Yunani. Dalam ranah ilmu kalam, mantiq Yunani ditolak karena berhubungan dengan metafisika dan menyalahi konsep ilâhiyat dalam Islam. Dalam bidang fikih, mantiq ditolak karena terlalu menyandarkan diri pada kulliyât (hal-hal yang bersifat umum) sehingga dianggap tidak mampu menyelesaikan problem fikih yang terus berubah. 

ulama Islam disamping melakukan dekonstruksi terhadap logika Yunani, juga berhasil memunculkan antitesanya berupa logika yang bersandarkan pada penelitian empiris-induktif. Di ranah ushul fikih logika empiris tersebut terangkum dalam metode qiyas (analogi). Qiyas dalam ushul fikih Islam berbeda dengan qiyas dari Yunani, karena qiyas Islam bersandarkan pada fakta parsial (juziy) dan proses pengecekan ‘illah yang ketat (masâliku'l ‘illah). Dalam qiyas Aristoteles kesimpulan (natîjah, konklusi) diperoleh melalui dua perkara yang sama-sama kulliy (umum) dan mengandalkan pada dlarûrah 'aqliyah (aksiomatika akal), sehingga fakta dan pengkajian di ranah empiris tidak dibutuhkan. Sebagian orang menyamakan qiyas ushul fikih dan tamstil Aristoteles, padahal diantara keduanya ada perbedaan yang sangat mencolok, yaitu terletak pada adanya penelitian empiris pada qiyas ushul fikih. Dalam disiplin ilmu kalam, sebelum menggunakan Qiyas (silogisme) Yunani, para mutakallimun telah terlebih dahulu menggunakan metode qiyas ghâib 'ala al-syâhid. 

Jika mengacu ke beberapa ayat al-Quran, jelas tidak benar jika Islam dituduh tidak mampu membuat kreasi dan mendatangkan hal baru di hadapan konsep-konsep filsafat Yunani. Sebab, al-Quran telah banyak berbicara tentang Tuhan, manusia, alam semesta dan moralitas yang sama sekali berbeda dengan yang pernah difikirkan oleh bangsa Yunani. Tidak benar juga jika Islam dituduh sebagai agama yang tidak mampu memberikan seperangkat sistem berfikir yang filosofis, sebab Islam adalah agama yang sangat menghormati akal. Sebagai bukti bahwa Islam merupakan agama yang mengapresiasi akal adalah banyak dijumpainya ayat-ayat al-Quran yang mengajak manusia untuk berfikir (tafakkur, tafaqquh, 'aql, nazhr). Dalam surat al-Jastiyah ayat 13 disebutkan; 'wa sakkhara lakum mâ fi al-samâwâti wa mâ fi’l ardhi jamî’an minhu inna fi dzâlika la âyatin li qaumin yatafakkarûn". Al-Quran bahkan mengingatkan bahwa manusia yang enggan memufungsikan akal akan mendapatkan tempat di neraka Sair. Dalam surat al-Mulk ayat 10-11 disebutkan: "wa qâlû law kunnâ nasma'u aw na'qilu ma kunnâ fi ashâbi's sair, fa'tarafû bi dzunûbihim". 

Dari uraian di atas jelaslah bahwa filsafat Islam bukanlah filsafat Yunani. Betul bahwa dalam beberapa hal diantara ulama Islam ada yang terpengaruh dari pemikiran Yunani dan peradaban lainnya, namun itu tetap tidak menghilangkan ciri keislaman mereka berupa pandangan hidup yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah.

Sebagai contoh Dalam Al-Qur'an,QS: 13 ayat: 8 :


وكل شىء عنده بمقدار. سورة: الرعد 


: segala sesuatu "[Allah] ciptakan dengan ukuran/jumlah tertentu." perhatikan bahwa apa pun yang memiliki batas dan ukuran itu adalah ciptaan, karena batas dan ukuran harus ditentukan dalam hal ukuran dan bentuk dll Artinya itu memerlukan Pencipta untuk tetap eksis, Jika seseorang menyangkal hal ini, maka orang itu tidak akan bisa membuktikan bahwa batas fisik lain memerlukan Pencipta, seperti tubuh manusia, atau benda-benda langit dll,ini Artinya bahwa bentuk unta, atau langit tidak akan lagi bisa menjadi bukti bagi keberadaan Allah dan PowerNya, dan ini bertentangan dengan pernyataan dalam Al-Quran, seperti:

إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب


Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan Langit dan Bumi, dan perbedaan malam dan siang ada tanda-tanda bagi mereka yang memiliki pikiran perseptif." (Aal Imran, 190)

أفلا ينظرون إلى الإبل كيف خلقت

Artinya: "apakah mereka tidak memperhatikan bgmn unta diciptakan?" (Al-Ghasiyah, 17)

Apa bisa merenungkan ayat ini tanpa memikirkan batas-batas fisik dan ukuran dari bumi, langit dan unta? Tentu saja tidak, tanpa batas, maka tidak akan ada unta dan tidak ada langit dan bumi, karena ini adalah realitas keberadaannya. Ini adalah batas-batas tubuh yang membuat kita yakin bahwa mereka diciptakan dan memungkinkan kita untuk merenungkan atas adanya semua itu sebagai tanda-tanda adanya Allah. Jika seseorang mengklaim bahwa Allah memiliki batas fisik, maka mereka mengatakan bahwa batas fisik lain pun tidak perlu pencipta, dan telah nyata batalnya hal itu dgn bukti-bukti dari Quran.

Hal karena batas fisik adalah batas fisik, dan setelah Anda mengklaim bahwa salah satu batas tidak perlu pencipta, maka anda tidak dapat membuktikan bahwa batas lain pun itu membutuhkan seorang pencipta. ,aka jelas filsafat islam di konsep berdasarkan nas al quran dan as sunah.

Terkadang ada persamaan filsuf dengan Ash'aris pada beberapa isu tetapi itu tidak berarti bahwa Ash'ariyah sama seperti para filsuf dalam segala hal,. Kepercayaan menyimpang utama para filsuf adalah anggapan bahwa ciptaan adalah abadi. Ini keyakinan mereka di ikuti oleh Ibnu Taimiyah. Jika Anda memiliki pengetahuan tentang ilmu keyakinan, Anda akan tahu bahwa Ibn Taymyyah lebih dekat kepada Aristotelian daripada Sunni. Satu-satunya titik utama kesamaan antara mereka dan Sunni adalah Tuhan tidak seperti ciptaan.

DiNuqilkan Oleh : Bagus Rangin ~ Kertajati-Majalengka

pucukpucuk Agan sedang membaca artikel tentang: Benarkah Aqidah asy'ariyah berasal dari filsuf aristotleians??. Silakan agan copy dan paste atau sebarluaskan artikel ini jika dinilai bermanfaat,Ane juga menyediakan buku terjemahan kitab yang membantah wahabi: 1. buku "bid'ah mahmudah dan bid'ah idhafiyah antara pendapat yang membolehkan dan yang melarang" terjemah dari kitab: albid'atul mahmudah wal bid'atul idhafiyah bainal mujiziina wal maniin" karya Syaikh abdul fattah Qudais Al Yafi"i, 2.Terjemah kitab ‘At Tabaruk Bi As Sholihin Baina Al Muzijiin wa Al Maani’in: Mencari Keberkahan Kaum Sholihin Antara Pendapat yang Membolehkan dan yang Melarang, hub admin: hp/WA 0857-5966-1085.syukron :

*** Dapatkan buku terjemah disini ***

Share this article :

+ komentar + 1 komentar

Anonim
15 Januari 2013 pukul 08.42

Assalamu'alaikum, walaupun berbeda dalam furu'aqidah kita masih sesama muslim. Ana lebih memilih dasar-dasar ilmu yang sumbernya jelas. Memang kadang ada perbedaan tetapi semua dalam tahapan pemahaman bukan penghakiman terhadap yang tidak sepaham. Jazaakumullah khoiron atas wawasan yang antum sampaikan. Musuh kita yang nyata lebih banyak misalnya : kebodohan, kesombongan dan kemaksyiatan, dll. Semoga kita semua yang masih mempunyai kesempatan hidup bisa menegakkan Islam dibuka bumi ini sekuat kemampuan yang ada. Wa Allahu a'lam.

Posting Komentar

Jangan lupa Tulis Saran atau Komentar Anda

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger