16 November 2012

Anda mujtahid bukan? ko berani ya




بسم الله الرحمن الرحيم

Untuk orang yang tidak mencapai derajat mujtahid TIDAK MASALAH memahami Alquran dan Assunnah tetapi mesti dengan cara dan metode femahaman ulama ahli fiqih[fuqoha],dan ketika tanpa itu,maka akan membuat orang tersesat.
Telah berkata Imam Sufyan bin uyainah;
" الحديث مضلة إلا للفقهاء 

:Al-Hadits itu menyesatkan, kecuali bagi fuqaha/ulama'
Maka maksud perkataan beliau [Imam Sufyan] adalah terkadang orang yang mencoba memahami alquran dan alhadis tanpa fiqih itu akan hanya memahaminya secara textual padahal ada maksud lain di dalamnya yang terkandung dalam text2 lain atau ada dilalah yang samar di dalamnya,atau text tersebut matruk;di nasakh dll yang mana semua itu tidak bisa di ketahui kecuali oleh orang yang sudah luas ilmunya dan faqih,sebagaimana di katakan oleh Ibnu Abi Zaid Alqoironi dalam aljami hal 118.
oleh sebab itu berkata Ibnu wahab RA:

: " لولا مالك بن أنس والليث بن سعد لهلكت ، كنت أظنّ أنّ كلّ ما جاء عن النّبي صلّى الله عليه وسلّم يفعل به ".]رواه ابن عساكر 


;Seandainya tidak ada Malik bin anas dan al laist bin saad,maka aku akan celaka,aku sebelumnya mengira bahwa setiap yang datang dari Nabi SAW di amalkan semua[riwayat ibnu asakir]
Abdulla bin Wahab r.h.l. (seorang ahli hadis juga sahabat Imam Malik r.h.l.) juga pernah berkata: "saya telah berjumpa dengan tiga ratus enam puluh ulama', (bagi saya) tanpa Imam Malik dan Imam Laith r.h.l (ulama'-ulama' Fiqh), nescaya saya akan sesat dalam ilmu."[Ibn Hibban, muqoddimah Kitab "Al-Majruhin"]

oleh sebab itu maka sesungguhnya orang yang mengajak mengambil hukum langsung dari alquran dan assunnah tanpa di batasi dengan adanya keahlian dalam istimbat,maka itu di larang oleh para ulama,dan para ulama menghukumi batilnya buah istimbat mereka walaupun istimbatnya itu mengenai haq;kebenaran.

Dalam hal ini telah berkata Imam Al khotobi dalam maalim assunan ketika mengomentari hadis:

: "إذا حكم الحاكم فاجتهد ثم أصاب فله أجران وإذا حكم فاجتهد ثم أخطأ فله أجر" -:

"Jika seorang hakim memutuskan lalu berijtihad, kemudian ia be-nar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika ia memutuskan lalu berijtihad kemudian salah, maka ia mendapat satu pahala.  ia berkata:

"وإنما يؤجر المخطئ على اجتهاده في طلب الحق؛ لأن اجتهاده عبادة ...، وهذا فيمن كان من المجتهدين جامعاً لآلة الاجتهاد، عارفاً بالأصول وبوجوه القياس، فأما من لم يكن محلاً للاجتهاد فهو متكلف، ولا يعذر بالخطأ في الحكم ، بل يخاف عليه أعظم الوزر، بدليل حديث ابن بريدة عن أبيه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " القضاة ثلاثة: واحد في الجنة، واثنان في النار. أما الذي في الجنة: فرجل عرف الحق فقضى به. ورجل عرف الحق فحار في الحكم فهو في النار، ورجل قضى للناس على جهل فهو في النار" .


: Sesungguhnya di beri pahalanya orang yang salah dalam ijtihadnya itu karena telah berusaha dalam mencari al haq,karena ijtihadnya itu ibadah...hal ini hanyalah bagi orang dari kalangan mijtahid yang telah mengetahui alat alat ijtihad,mengetahui usul usul dan jalan jalan qiyas,dan adapun orang yang bukan ahli ijtihad,maka ia hanya mempersulit diri sendiri,dan ia tidak mendapat maaf ketika salah dalam penyimpulan hukumannya,malah di hawatirkan ia dapat dosa yang sangat besar dengan dalil hadis ibnu buraidah dari bapaknya dari Nabi SAW,BELIAU Bersabda: “Qadhi/hakim itu ada tiga macam: 1.Qadhi yang memberi keputusan dengan benar dan mengetahui kebenarannya itu, maka tempat baginya adalah surga. 2.Qadhi yang memberi keputusan dengan kezaliman, sedangkan dia tahu atau tidak tahu, maka tempat baginya ialah neraka. 3.Qadhi yang memberi keputusan dengan kebodohan, maka tempat baginya neraka. 


lihat juga perkataan Imam Nawawi dalam syarah muslim 12/12:

" قال العلماء: فأما من ليس أهلا للحكم فلا يحل له الحكم، فإن حكم فلا أجر له، بل هو آثم ، ولا ينفذ حكمه ، سواء وافق الحق أم لا؛ لأن إصابته اتفاقية، ليست صادرة عن أصل شرعي، فهو عاص في جميع أحكامه سواء وافق الصواب أم لا، وهي مردودة كلها، ولا يعذر في شيء من ذلك" ا.هـ.

; berkata para ulama;adapun orang yang tidak memiliki keahlian untuk istimbat hukum,maka tidak halal baginya menghukumi [atas sesuatu],kalau pun dia menyimpulkan sesuatu hukum,maka ia tidak dapat pahala,bahkan ia berdosa dan tidak lulus penghukumannya tersebut ,apakah penyimpulan hukumnya itu sesuai haq atau pun tidak,karena ketika pun istimbatnya itu sesuai haq,maka itu hanya kebetulan saja dan hukumnya itu tidak berdasarkan dari usul syariat,maka ia berdosa dalam semua penyimpulan hukumnya,apakah mengenai haq atau pun tidak,maka semua penyimpulan hukumnya tertolak secara keseluruhan,dan tidak bisa di maafkan dalam sesuatu dari apa yang telah di sebutkan.

Maka, para penuntut ilmu yang ingin mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah s.a.w. melalui hadis-hadis Baginda s.a.w. yang diriwatkan oleh para ulama' hadis dalam kitab-kitabnya, perlu juga merujuk kepada kitab-kitab fiqh yang dikarang oleh ulama'-ulama' fiqh. karena, didalamnya terdapat adunan adunan daripada hadis-hadis Rasulullah s.a.w. dalam bentuk praktikal yang dikenali sebagai ilmu fiqh.

Seperti yang dapat dilihat dari kaca mata sejarah, sebagian ulama'-ulama' hadis yang agung di zaman salaf yang soleh juga, amat menghormati dan memuliakan ulama'-ulama' Fiqh yang mahir dalam bidang Hadis juga, yang Allah pelihara mereka daripada menyelisihi dengan Hadis Nabi (sallallahu'alaihi wasallam). Bahkan, mereka turut mempelajari makna-makna hadis yang mereka riwayatkan daripada ulama-ulama fiqh yang muktabar. 

Abdullah bin Mubarak (seorang ulama' Hadis dari Khurasan) r.h.l. pernah berkata: "Jika Allah s.w.t. tidak membantu saya dengan perantaraan Abu Hanifah dan Sufian (dua ulama' Fiqh), nescaya aku sama saja seperti orang awam (yang tidak memahami Hadis-hadis Nabi (sallallahu'alaihi wasallam)Kitab "Tibyiidh As-Shohafiyyah" m/s 16

Imam As-Syafi'e r.h.l. pernah menegaskan: "Seseorang tidak boleh memberi fatwa dalam agama Allah kecuali dia mengetahui keseluruhan Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya seperti nasikh dan mansukh, ayat muhkam dan mutasyabih, ta'wil dan tanzil, ayat makkiyah atau madaniyyah. Dia juga perlu mengetahui tentang hadis-hadis Nabi (sallallahu'alaihi wasallam), serta ilmu-limunya ('ulumul hadis) seperti nasikh dan mansukh, dan lain-lain. Setelah itu, dia juga pelu menguasai Bahasa Arab, Sya'ir-sya'ir Arab, dan sastea-sasteranya (kerana Al-Qur'an dan Hadis dalam Bahasa Arab dan mengandungi kesasteraannya. Setelah itu, dia juga pelu mengetahui perbezaan Bahasa Arab di kalagan setiap ahli masyarakat Arab. Jika dia sudah menguasai keseluruhan pekara-perkara tersebut, barulah dia layak memberi fatwa mengenai halal dan haram. Jika tidak, dia tidak layak untuk memberi fatwa."[Al-Faqih wal Mutafaqqih" karangan Al-Khatib Al-Baghdadi.]

Salah faham ini sebenarnya membawa kepada pepecahan dikalangan penuntut-penuntut ilmu dan akhirnya membawa kepada permusuhan dan saling jauh menjauhi antara satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan terputusnya tali persaudaraan yang Allah s.w.t. menyuruh umat Islam menyambungkannya (tali persaudaraan Islam).

Kita perlul mempelajari ilmu dari ahli ilmu yang muktabar dari sudut ilmunya, bukan sekadar membaca buku-buku imiah tanpa dibimbingi oleh seseorang guru yang alim. krna, barangsiapa yang tiada guru yang membimbingnya dalam mendalami samudera ilmu Islam dalam kitab-kitab, maka syaitanlah yang akan menjadi pembimbingnya. Bahkan, para ulama' muktabar turut menyeru agar ilmu agama dipelajari oleh kaedah isnad, di mana femahaman tentang agama Islam diambil dari para ulama' yang jelas sanad ilmunya bersambung kepada Rasulullah s.a.w.

Nas-nas di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah bagaikan bahan mentah bagi Syariat Islam. Ia perlu diadon dengan acuan-acuan ilmu-ilmu Islam yang lain seperti ilmu Asbabun Nuzul, Asbabul wurud, ilmu rijal, ulumul Qur'an, ulumul Hadis, usul Fiqh dan sebagainya. Sheikhuna As-Syarif, Al-Habib Yusuf Al-Hasani h.f.l. pernah menyebut bahwa "siapa yang tidak menguasai ilmu-ilmu tersebut, namun ,mencuba mengamalkan hadis-hadis yang dibacanya tanpa bimbingan guru-guru yang alim, bagaikan mengambil daging mentah dari peti sejuk dan memakannya begitu saja. Bukankah itu memudaratkan diri sendiri"

Jika kita dikalangan orang awam, bukan ahli ilmu, maka bertanyalah kepada orang yang 'alim, dan janganlah beijtihad sendiri terhadap nash-nash. Allah telah berfirman:


(( فسئلوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون))


Maksudnya: Bertanyalah kepada yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui (akan sesuatu perkara).

3 komentar:

  1. trus kita mesti ikut ja mas kata2 kiyai2? atau biarkan saja ummat ini buta dg hadits2 Rasulullah SAW.?

    BalasHapus
  2. ana mengatakan silahkan menyimpulkan hukum lgsg melalui alquran hadis tapi mesti dengan fiqh yakni dgn metode n kaidah2 istimbat yang telah di gariskan para imam yang di kenal dgn usul fiqh...
    jika tdk mampu,ya jgn sok sokan,ntar salah dalam memahami....
    mengikuti ulama madhab bukan berarti buta hadis,tapi justru memahamai hadis dgn cara yang benar...jika semua orang menyimpulkan masing2 atas assunah tanpa panduan,maka akan banyak muncul femahaman2 yg beragam,..

    lebih baik anda belajar bahwa alquran hadis ada yg qoti dilalah dan ada juga yg donni dilalah...nah pada yang mana kita mesti ijtihad

    BalasHapus
  3. Adakah manusia yang bisa merujuk lgsg pada Al-qur'an dan As-Sunnah???

    Sedangkan Al-Qur'an dan As-Sunnah diturunkan kepada Rasulullah s.a.w.. Lalu Rasulullah s.a.w. menyampaikan kepada para sahabat r.a . golongan awam dari kalangan para sahabat r.a. merujuk kepada para ulama' dari kalangan para sahabat r.a. setelah kewafatan Rasulullah s.a.w..Bahkan, sejak zaman para sahabat juga, ada di kalangan mereka yang berijtihad dan ada di kalangan mereka yang bertaklid kpda sahabat yang senior..Begitu juga generasi seterusnya dengan mengambil femahaman tersebut daripada para ulama'. Begitu juga mengambil disiplin ilmu untuk berinteraksi dengan AL-Qur'an dan As-Sunnah daripada para ulama'.

    BalasHapus

Jangan lupa Tulis Saran atau Komentar Anda